Wednesday, December 30, 2015

Perjalanan Hidup.

Setiap manusia dilahirkan dengan sebuah kelengkapan perasaan, ada suka ada duka, ada sakit ada kenikmatan, ada kecintaan ada kepedihan, ada manis ada pahit, ada kebahagiaan dan ada kesedihan.
Mereka datang sebagai saudara kembar, yang silih berganti menjenguk kita, menemani kita dan membesarkan diri dan jiwa kita.
Cinta melahirkan keajaiban, cinta menciptakan pesawat terbang, menemukan benua Amerika, membuat komputer dan internet. Cinta melahirkan kebesaran dan keagungan. Cinta yang agung salalu menyentuh kita dan menitikkan air mata haru.
Kita harus belajar menikmati kesedihan kita. Kegagalan adalah saudara kembar kesuksesan, tak ada arti tawa bila tangis tidak kita lalui. Lihatlah betapa dekat mereka: Orang yang sangat berbahagia akan menangis dan orang yang sangat sedihpun tertawa hambar. Hidup penuh dengan semua hal itu dan terjadi pada semua orang. Presiden ataupun tukang becak akan sama bahagia dan sedihnya menghadapi keagungan kehidupan ini.
Ketika kita sudah mulai dapat menikmati kesendirian kita tanpa kesepian, merangkul kesedihan kita tanpa menyalahkan, maka secara perlahan kita mampu mengupas duka kita sehelai demi sehelai dan menjadikannya rasa syukur dan suka cita.
Kata Khalil Gibran: Kebahagiaan adalah kesedihan yang telah terbuka kedoknya. Tawa dan tangis berasal dari mata air yang sama.
Ketika kita mengejar sukses dan kebahagiaan, kita akan terperangkap dan terjebak pada hutan liar. Kupu2 hanya akan datang sendiri saat kita diam dan termenung menikmati kesedihan kita. Karena ketika ketenangan menjenguk kita, semua akan terlihat lebih terang, tanpa perlu menyilaukan.
Kegelapan dapat menyembunyikan meja, kursi, pohon, batu, gunung, tetapi ia tidak dapat menyembunyikan cinta.
Nikmatilah apapun yang datang dan menjenguk anda. Arti terbesar hidup ini pada akhirnya adalah perjalanan hidup ini sendiri. Tidak ada tujuan akhir, yang ada hanyalah sebuah perjalanan panjang yang harus kita nikmati. Yang ada hanyalah rasa syukur yang dalam dan cinta tanpa batas waktu.

No comments:

Post a Comment