Saturday, September 26, 2015

Menikmati Quote

“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya" ~Pramoedya Ananta Toer
--
Menikmati "Quote" adalah sebuah kebiasaan menarik, dari Twitter, Seminar, Buku, dan tulisan sehari2 disekeliling kita, Quote, kutiban, menjadi kuat: sering menarik, lucu, bahkan kadang menggigit.
Mungkin karena otak kita lebih mudah menerima cerita, dari pada kuliah, sehingga "quote" sering mewakili diri menjadi "cerita" pendek, yang memukau.
Ada teman yang berpendapat quotes adalah bullshits, tidak real, dan cuma untuk pemimpi. Tetapi sebenarnya bukankah hidup ini sejujurnya sebuah "mimpi"?
--
“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”
“Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka”
~Soe Hok Gie
--
Dari Gie sampai Goenawan Mohamad, dari Einstein sampai Winston Churchill, dari Chairil Anwar sampai Mary Oliver, semuanya membawa kita pada sebuat pemikiran dalam, hanya karena beberapa kata atau kalimat yang "pas".

Priority

Pada jaman ini, dalam kehidupan dan kesibukan kita, sering kita tidak punya cukup waktu untuk mengerjakan semuanya. Kita telah “terbiasa” menerima dan mengerjakan semua hal, apa saja, baik yang penting ataupun yang tidak. Kita selalu berupaya menyesakkan tugas dan pekerjaan kedalam waktu kita yang terbatas.Mengurbankan pikiran dan tubuh kita.
Perlu sebuah keberanian untuk mematahkan rutininas dan memikirkan kembali apa yang sebenarnya penting untuk diri kita dan perusahaan kita. Mungkin perlu sebuah waktu dan ketenangan untuk mulai mengawasi kembali rutinitas kita, mulai awal Senin ini, melihat, apakah rutinitas yang saya lakukan ini sebenarnya memang benar2 “harus” saya lakukan ataukah, bisa saya delegasikan, tunda, atau malah hilangkan sama sekali.
Berani berkata “tidak”, untuk menolak hal2 yang sebenarnya cuma “urgent” saja tapi tidak “important”, dan mungkin juga kita lakukan sekedar memberi muka sahabat lama. Berkata “Maaf, saya sudah terlalu sibuk” akan memutus banyak ketidak harusan yang bisa kita tolak untuk kerjakan.
Pikirkan prioritas kehidupan kita sendiri.Melakukan yang penting tapi telah tertunda lama.Begitu banyak hal penting yang tidak mendesak telah kita tunda bertahun tahun.Banyak hal2 "penting" yang bersembunyi dibalik kata "nanti dulu" itu.Mengerjakan yang 20% tapi menghasilkan 80%, seperti kata Pareto. Sudah waktunya kita mengerjakan hal2 yang dulu kita beri tanda "suatu hari nanti" saya akan...
Senin, selalu awal sebuah Minggu baru yang enak, mari kita mulai lagi, “Memilih” yang tepat untuk kita kerjakan. Lihat aktifitas kita kembali, mana yang perlu, mana yang tidak. Kalau seandainya anda Cuma bisa bekerja 4 jam sehari, mana yang anda kerjakan dan mana yang tidak. Ini akan mengerucutkan pilihan kita akan hal2 penting dalam hidup kita.
Kerja kita, sering secara pelahan: sistematis, terstruktur dan masif, membelenggu kita, seperti sebuah gurita besar yang tak habis2nya belalainya, mencengkeram waktu kita pada sebuah rutinitas kerja yang tidak efektip. Mari kita putus, dan bebaskan diri kita kembali. Pertanyakan semua aktifitas kita: Perlukah ini untuk sukses besar masa depan saya yang sesuai dengan cita2 saya?
Selamat memulai kembali perjalanan kehidupan ini.Salam sukses untuk kita semua.

Berbuat baik dan Menjadi Manfaat

Di jaman dahulu, ada seorang sakit yang hampir mati kelaparan dan kedinginan, yang ditolong oleh orang yang kebetulan lewat.Diberi makanan, diobati, diberi pakaian, dan penginapan beberapa malam. Setelah sehat orang ini berkata: “Tuan, telah kautolong jiwaku. Bagaimana aku dapat membalas budimu?”. Penolong itu berkata: “Kawan, tidak perlu kau balas apapun padaku, aku tidak membutuhkan apapun darimu. Hanya suatu saat nanti, bila ada orang yang membutuhkan pertolongan, tolonglah dia seperti aku telah menolongmu.”
Kita pasti akan berbuat baik pada orang yang kita butuhkan: pelanggan kita, supplier kita, boss atau bawahan kita. Kita akan berbuat baik membalas budi orang yang telah berbuat baik pada kita. Tapi, apakah itu bukan sekedar transaksi?Bukankah kita harus berbuat baik pada “siapapun” yang membutuhkan?Dan menjadi “orang baik” sejati?
Even after all these years,
the Sun never says
to the Earth
"You owe Me."
Look what happens -
with a Love
like that,
It lights
the whole
sky.
~Hafiz
(Setelah begitu banyak tahun, Matahari tidak pernah mengatakan pada Bumi: “Kamu berhutang padaku.” Lihatkan apa yang terjadi: Cinta yang seperti itu telah menerangi seluruh langit.)
You will not be a mystic until you are like the earth -- both the righteous and the sinner tread upon it – and you are like the clouds – they shade all things – and untill you are like the rain – it waters all things, whether it loves them or not. ~ Bayazid Bistami
(Anda tidak akan menjadi suci, kecuali sudah menjadi bumi, diinjak oleh orang soleh dan orang pendosa; dan seperti awan, yang mengayomi semua hal, dan seperti hujan, yang membasahi segalanya, baik yang mencintainya atau tidak.)
Kita tumbuh besar melewati kekerdilan kita, ketika kita mampu mensyukuri semua hal; yang menguntungkan ataupun yang merugikan, yang pahit ataupun yangmanis, pujian ataupun makian. Dan kita mengalir, menjalani perjalanan waktu, dengan penuh rasa syukur.
Berbuat baik, dan menjadi bermanfaat, bukan lagi untuk untung rugi, bukan pula untuk membalas budi, berbuat baik adalah untuk diri kita sendiri, untuk kemanusiaan, untuk kepuasan berbuat baik itu sendiri.

Akar Permasalahan

Disebuah jaman ketika listrik masih menjadi barang mewah.Dibawah lampu jalanan, seorang nenek sedang sibuk mencari sesuatu didepan rumahnya. Seorang anak muda kebetulan lewat dan bertanya: “Sedang cari apa , Nek?” Jawab sang nenek: “Mencari kancing baju yang lepas nak.” Sang anak mudapun membantu mencarikan kancing itu.
Setelah mencari sekian lama tidak juga ketemu.Sang anak muda kembali bertanya: “Maaf Nek, tadi sebenarnya nenek merasa jatuhnya kancing dimana?”Sang nenek menjawab: “Rasanya sih jatuhnya di dalam kamar tidur nenek.”Sang anak muda jengkel dan bertanya: “Lho kok dicari diluar rumah nek?” Jawab sang nenek: “ Iya nak, soalnya didalam rumah nenek gelap, kan diluar ini terang, lebih mudah mencarinya.”
Cerita yang sumir ini terasa lucu dan sedikit menjengkelkan. Tetapi sebenarnya tanpa sadar dalam kehidupan bisnis kitapun, kita sering berprilaku seperti sang nenek ini. Kita selalu mencari solusi yang mudah dalam memperbaiki bisnis kita.Kita mencari solusi didepan rumah yang terang, dan malas untuk mencarinya didalam rumah yang gelap.
Ketika penjualan menurun, kita hanya tahunya memberi diskon, meningkatkan promosi, karena itu yang paling mudah dilakukan. Mungkin sebenarnya kita harus kembali melihat kwalitas barang, sistem produksi, trend anak muda, packaging, ataupun metode penjualan kita.
Ketika karyawan kita banyak yang keluar, kita hanya bisa menaikkan gajih, atau merekrut lagi dan lagi orang baru. Mungkin kita harus melihat kembali bagaimana budaya kerja ditempat kita, apa yang membuat karyawan tidak kerasan, apakah manager kita sudah memberikan motivasi yang benar, apakah perusahaan memberikan nilai tambah untuk tumbuhnya setiap individu disana.
Dan ketika anak kita menjadi bandel, merokok, dan hidupnya kacau balau, kita hanya bisa memaki dan memukulnya saja.Kita lupa untuk mencari akar persoalan yang sebenarnya.

Coin Bengkok dan Perjalanan Hidup

Disebuah desa, pada sebuah jaman yang telah sangat lalu, seorang pemuda cerdik yang bijaksana, pergi ke kota pada suatu pagi.
Di pinggir jalan desa, dilihatnya sebuah koin perak yang bengkok, diambilnya dengan hati2, dan dibawanya ke toko barang antik didesa itu. Pemilik toko mengenali koin unik tersebut, tetapi tidak memiliki uang untuk membelinya.
Jadi diberikannya sebuah lampu antik sebagai gantinya kepada pemuda itu.
Membawa lampu antik ke kota, dibawanya ke toko lampu antik terbesar kota itu, dan di jualnya lampu itu dengan harga tinggi.
Dengan tersenyum dibawanya uangnya, dan berjalan dikota yang serba megah itu. Merasa keberuntungannya lagi hebat, dia memasuki rumah judi dan berjudi memenangkan uang yang sangat banyak sekali.
Sore itu, sebelum pulang kedesa dia mampir dahulu ke toko emas, dan membeli emas berlian untuk anak istri dan keluarganya, yang dibawanya pulang ke desa dengan penuh suka cita.
Malam itu diperjalanan, dia dihadang segerombolan perampok yang merampas semua emas berlian dan sisa uangnya. Dengan sedih dia berjalan pulang kerumahnya di desa.
Sang istri menanyakan bagaimana perjalanannya ke kota. Sang pemuda berpikir sejenak, dan berkata dengan bijaksana: "Istriku yang kusayangi, tadi aku menemukan sebuah koin perak yang bengkok, dan malam ini aku telah kehilangan koin itu sebelum sampai rumah."
**
Bukankah hidup selalu seperti itu, menemukan emas demi emas, harta demi harta, dan kedudukan yang menanjak, sampai suatu saat kita kembali kehilangan semuanya.
Yang mungkin harus kita hayati dengan sebuah kearifan: Bahwa mungkin semuanya hanya sebuah koin bengkok yang kita temukan dipinggir jalan desa pada awal perjalanan tadi pagi.
Selamat menikmati Malam Minggu dengan penuh syukur. Salam damai.